Semakin banyak UMKM yang mengadopsi prinsip keberlanjutan sebagai bagian integral dari model bisnis mereka, membantu menciptakan dampak positif dan tetap kompetitif.
Liputan6.com, Bandung – Guna meningkatkan kesadaran akan pentingnya aspek keberlanjutan dan mendukung penguatan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dengan pengembangan praktik keberlanjutan, Institute of Certified Sustainability Practitioners (ICSP) dan National Center for Corporate Reporting (NCCR) bersama Universitas Kristen Maranatha dan Universitas Katolik Parahyangan, menggelar Konferensi Keberlanjutan ke-9 (The 9th Sustainability Practitioner Conference – SPC) di Universitas Maranatha, Bandung, Kamis (24/10/2024).
Konferensi yang diselenggarakan secara hybrid ini membahas sejumlah strategi berkelanjutan yang disesuaikan untuk UMKM dalam mendukung pertumbuhan berkelanjutan Sustainable Development Goals (SDGs) yang merupakan bentuk komitmen global dan nasional dalam upaya menyelamatkan bumi dan menyejahterakan masyarakat. Sebab, UMKM memegang peranan vital dalam pencapaian beberapa tujuan Sustainable Development Goals (SDGs), terutama dalam pengurangan kemiskinan (SDG 1), peningkatan kesejahteraan (SDG 2), serta pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan (SDG 8).
Dalam kesempatan itu, Ketua The National Center for Corporate Reporting (NCCR), Ali Darwin mengatakan bahwa, UMKM memiliki potensi sebagai pendorong yang kuat dalam keberlanjutan. UMKM menurut Ali, memiliki keluwesan dalam beradaptasi, fokus pada komunitas, efisiensi sumber daya, peluang pasar, sehingga mampu merangkul praktik keberlanjutan seiring SDGS.
“Dengan merangkul praktik berkelanjutan, UMKM tidak hanya dapat meningkatkan dampak lingkungan dan sosialnya tetapi juga meningkatkan daya saing dan kelangsungan jangka panjangnya,” kata Ali.
Pada kesempatan yang sama, Ni Made Roni, pemilik Made Tea Bali, memaparkan bagaimana praktik berkelanjutan diterapkan pada bisnisnya yang bergerak di bidang tisane (teh herbal). Ia mempekerjakan 200 ibu rumahtangga dari 8 desa di Bali. Selain itu Ni Made Roni juga telah menggunakan solar panel sebagai energi memproduksi teh buatannya.
Sebagai “Spesialis Tisane Indonesia yang Berkelanjutan,” ia menunjukkan praktik ramah lingkungan dan berkelanjutan tidak hanya bermanfaat bagi bumi tetapi juga membantu memperkuat posisi bisnis di pasar, karena tren konsumen saat ini juga menuntut produk yang ramah lingkungan.
Ini mencerminkan tren global, bahwa semakin banyak UMKM yang mengadopsi prinsip keberlanjutan sebagai bagian integral dari model bisnis mereka, membantu menciptakan dampak positif dan tetap kompetitif.
Namun, meskipun potensinya menjanjikan, Ali mencermati adanya sejumlah tantangan umum yang menghambat UMKM dalam praktik keberlanjutan, antara lain, terbatasnya akses keuangan, kurangnya kesadaran mengenai praktik keberlanjutan, dan peraturan lingkungan yang kompleks.
Terkait sejumlah tantangan yang tengah dihadapi para pelaku UMKM, Ketua Bidang UMKM Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Ronald Walla memaparkan hasil riset APINDO menemukan 78 persen perusahaan kecil mengalami kerugian karena persyaratan kepatuhan lingkungan dan emisi GRK yang terlalu tinggi.
“Selain itu, 69 persen pelaku UMKM di Indonesia belum mengetahui atau tidak memahami Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs),” kata Ronald.
Dalam konteks ini, pemerintah memainkan peran penting dalam menciptakan lingkungan yang mendukung bagi UKM untuk berkembang. Ini termasuk menawarkan insentif keuangan, menyediakan akses ke informasi dan sumber daya, dan menyederhanakan peraturan yang mempromosikan keberlanjutan tanpa membebani.
Sumber : https://www.liputan6.com/regional/read/5759051/umkm-garis-depan-pembangunan-ekonomi-berkelanjutan
Categorised in Public Article. Submitted by ICSP Editor